Kehidupan tahun pertama di
SMA saya jalani dengan perjuangan yang berat, karena harus beradaptasi dengan berbagai
kondisi kehidupan di Jawa dari segi Pelajaran di Sekolah, Bahasa dalam komunikasi,
bahkan makanan-makanan lokal Jawa yang menjadi menu utama di asrama sehingga dari
segi makanan juga saya sulit adaptasi dengan masakan-masakan di asrama, karena
lidah saya sudah terbiasa dengan makanan lokal Papua, sehingga untuk
mendapatkan makanan lokal Papua, saya harus berkebun dan mencuri bibit ubi atau
singkong kemudian ditanam
dibelakang halaman asrama, sehingga saya tetap bisa makan ubi jika bosan
dengan masakan Jawa di asrma. Selain berkebun untuk menanam ubi atau singkong, saya
menjadi penjaga sekolah dimana sore saya membersihkan halaman sekolah dan pagi
hari saya menyapu dan megepel lantai sekolah. Sebagai imbalan saya dikasih Rp
100.000 setiap bulan, ini sangat membantu bagi saya untuk menjadi uang Jajan, karena
orang tua hanya mengirim uang sekolah pada awal dan akhir semester yaitu bulan
Juni dan Desember.
Awal-awal kehidupan SMA di
rantauan itu berat, apalagi hidup di Asrama dengan Peraturan yang begitu super ketat. Terkadang saya harus tinngal seorang
diri di asrama selama satu-dua minggu liburan, karena saat liburan semua anak
asrama pulang kampung. Namun bagi saya dengan semakin beratnya kehidupan melatih
saya untuk berjuang lebih keras lagi. Selama satu tahun saya hidup di asrama
sekolah tidak tahu orang Papua diluar asrama, dan disaat itupula saya berpikir orang Papua yang
ada di kota Malang haya saya dan 2 anak yang datang sekolah dari luar asrama
itu.
Memasuki tahun kedua diasrama
dan di sekolah saya dipercayakan oleh pembina asrama untuk menjadi ketua
asrama. Saya menjadi semacam pemimpin di
Asrama namun saya melihat ini
sebagai suatu kepercayaan, sehingga saya harus menjadi contoh bagi 60-an anak
yang berasal dari berbagai pulau di Indonesia yang tinggal di asrama. Pada
tahun kedua ini pergaulan tidak begitu
sulit, saya mulai beradaptasi denga lingkungan, mulai memahami materi yang
diajarkan oleh guru, mengerti metode pengajaran dan pola pengajaran di sekolah.
Pola pengajaran di Jawa berbedah sekali dengan pola pendidikan dan metode yang
diajarkan sekolah di kampung saya dimana, waktu SMP di kampung saya Jika siswa
terlambat atau tidak mengerjakan tugas sekolah maka hukumannya adalah dicambak
rotan atau dipukul. Hal ini berbedah dengan pola pendidikan di SMP/SMA di Jawa
ini, dimana jika seorang murid tidak sekolah, tidak mengerjakan tugas, atau
terlambat, maka guru akan memberi satu tugas, yaitu membaca sebuah judul buku
dan harus membuat resume (Ringkasan).
Pada Tahun kedua di SMA saya mulai
jatuh Cinta dengan satu mata pelajaran yaitu Pelajaran Geografi. Setiap ada
tugas atau ulangan nilai saya selalu
bagus dari teman-teman lain. Bahkan suatu kali saya berdebat dengan sala
seorang guru karena saling mempertahankan
argumen jawaban masing-masing hingga guru tersebut memutuskan untuk menghadapi
kepala sekolah yang juga Guru Geografi. Selain berdebat dengan guru, banyak
kisah yang terjadi di SMA seperti salah ucapan dalam bahasa Jawa, Jatuh cinta, hingga berkelahi atau
memukul sala seorang teman karena ucpan yang rasis. Kehidupan dan kisah di SMA
begitu indah hingga kehidupan di SMA tidak begitu terasa hingga saya sudah
lebih banyak bergaul dengan teman-teman dari berbagai pulau terutama yang orang
asli Jawa sehingga liburan saya bisa pergi ke kampung mereka.
Waktu begitu cepat, tidak
terasa sudah memasuki tahun ke-3 di tanah rantauan. Tahun berikutnya saya harus
meninggalkan bangku SMA dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Akhirnya
pada tahun 2012 saya tamat dan lulus dari bangku SMA. Setelah Tamat SMA saya
ditawari untuk merantau lagi, kali ini rantau mengelilingi Benua..(Bersambung)